Agama
Hindu, atau Agama Veda, tidak hanya sekedar suatu Agama. Ia adalah
jalan spiritual dan cara hidup. Veda diwahyukan bersamaan dengan
kesadaran manusia akan kemampuannya berpikir. Hyang Widhi yang dalam
Rg-Veda disebut sebagai Prajapati, telah ber-Yadnya menciptakan semesta
dengan inti manusia sebagai ciptaan-Nya yang utama.
Diantara mahluk-mahluk hidup, manusialah
yang mempunyai kemampuan berpikir sehingga kepada manusia ajaran-ajaran
Veda diwahyukan agar kehidupan semesta dapat terwujud sebesar-besarnya
bagi kesejahteraan umat manusia.
Hyang Widhi telah melakukan Yadnya
sebagai suatu bentuk pengorbanan yang suci dan tulus ikhlas. Dengan
demikian maka manusiapun melakukan yadnya dengan mengorbankan dirinya
sendiri. Pengorbanan itu dapat berwujud dan dapat pula tidak berwujud.
Pengorbanan yang berwujud berupa
benda-benda dan kegiatan, sedangkan pengorbanan yang tidak berwujud
adalah berupa “tapa” atau pengekangan indria dan pengendalian diri agar
tidak menyimpang dari ajaran Veda.
Pentingnya ber-yadnya bagi manusia, tersirat dari Bhagawadgita Bab III.9:
YAJNARTHAT KARMANO NYATRA, LOKO YAM KARMABANDHANAH, TADARTHAM KARMA KAUNTEYA, MUKTASANGAH SAMACARA
Artinya: Selain kegiatan yang dilakukan
sebagai dan untuk yadnya, dunia ini juga terikat oleh hukum karma. Oleh
karenanya lakukan tugasmu ber-yadnya, bebaskan diri dari semua ikatan;
lakukan yadnya tanpa memikirkan hasil, dengan tulus ikhlas dan untuk
Tuhan.
Juga dalam Bhagawadgita Bab IV pasal 19 ada disebutkan tentang hal ini:
YASYA SARVE SAMARAMBHAH, KAMASAMKALPAVARJITAH, JNANAGNIDAGDHAKARMANAM, TAM AHUH PANDITHAM BUDHAH
Artinya: Ia yang segala perbuatannya
tidak terikat oleh angan-angan akan hasilnya dan ia yang kepercayaannya
dinyalakan oleh api pengetahuan, diberi gelar Pandita oleh orang-orang
yang bijaksana.
Berbagai bentuk yadnya dan nilai-nilai
symbolisnya ditemukan dalam Bhagawadgita Bab IV pasal 23 sampai 30 di
mana disimpulkan bahwa tiap-tiap usaha yang berakibat mengurangi rasa
keakuan dan mengurangi nafsu rendah semata-mata untuk mewujudkan bhakti
kepada Hyang Widhi, adalah pengorbanan.
Oleh karena itu maka bentuk yadnya dapat
digolongkan kedalam empat besar, yaitu: Widhi Yadnya, Druwya Yadnya,
Jnana Yadnya, dan Tapa Yadnya.
WIDHI YADNYA
Widhi Yadnya adalah bentuk yadnya yang
diadakan dengan berlatar belakang pada kehidupan manusia yang mempunyai
“hutang-hutang” atau Rnam. Rnam itu ada tiga, yaitu Dewa Rnam, Rsi Rnam,
dan Pitra Rnam.
Dewa Rnam adalah hutang manusia kepada
Hyang Widhi, karena berkat anugrah-Nya atman atau roh dapat
ber-reinkarnasi menjadi manusia; Rsi Rnam adalah hutang manusia kepada
para Maha-Rsi yang telah menyebarkan ajaran Veda sebagai pangkal ilmu
pengetahuan sehingga manusia mempunyai kemampuan meningkatkan kualitas
kehidupannya; Pitra Rnam adalah hutang manusia kepada leluhur sebagai
yang mengembangkan keturunan.
Manusia yang berbudi hendaknya menyadari
adanya Tri Rnam ini serta melakukan yadnya sebagaimana disebutkan dalam
Manawa Dharmasastra Buku ke-IV (Atha Caturtho Dhayah) pasal 21:
RSI YAJNAM DEVAYADNAM BHUTA YAJNAM CA SARVADA, NRYAJNAM PITRYAJNAM CA YATHACAKTI NA HAPAYET
Artinya: Hendaknya janganlah sampai
lupa, jika mampu melaksanakan yadnya untuk para Rsi, para Dewa, kepada
unsur-unsur alam (Bhuta), kepada sesama manusia dan kepada para leluhur.
Ajaran ini berkembang di Nusantara
sebagai “Panca Yadnya” dengan urutan: Dewa Yadnya, Rsi Yadnya, Pitra
Yadnya, Manusa Yadnya, dan Bhuta Yadnya.
Tri Rnam “dibayar” dengan Panca Yadnya,
sebab ada yadnya-yadnya yang bermakna atau bertujuan sama dalam kaitan
Rnam, yaitu: Dewa Yadnya dan Bhuta Yadnya ada dalam kaitan Dewa Rnam;
Pitra Yadnya dan Manusa Yadnya ada dalam kaitan Pitra Rnam, dan Rsi
Yadnya khusus untuk Rsi Rnam.
DRUWYA YADNYA
Druwya Yadnya adalah pengorbanan dalam
bentuk materi yang diberikan kepada seseorang yang membutuhkan. Dalam
keseharian Druwya Yadnya ini dikenal dengan kegiatan me-Dana Punia. Dana
Punia yang dilakukan tanpa mengharap balas jasa itulah yang utama
sebagaimana disebutkan dalam Bhagawadgita XVII pasal 20:
DATAVYAM ITI YAD DANAM, DIYATE NUPAKARINE, DESE KALE CA PATRE CA, TAD DANAM SATTVIKAM SMRTAM
Pemberian dana yang dilakukan kepada
seseorang tanpa harapan kembali, dengan perasaan sebagai kewajiban untuk
memberi kepada orang yang patut dalam waktu dan tempat yang patut
itulah yang disebut sattvika (baik).
JNANA YADNYA
Jnana Yadnya adalah pengorbanan dalam
bentuk kegiatan belajar dan pembelajaran. Bhagawadgita VII membedakan
antara Vijnana dengan Jnana sebagai berikut: Vijnana adalah pengetahuan
yang berdasarkan pemikiran dan kecerdasan, sedangkan Jnana adalah
pengetahuan mengenai ke-Tuhan-an.
Selanjutnya dijelaskan pula bahwa Jnana
tidak mungkin diperoleh tanpa Vijnana, karena Vijnana adalah dasar yang
kuat untuk meningkatkan pengetahuan rohani. Jnana Yadnya tidak hanya
bermanfaat bagi orang lain, tetapi juga bagi diri sendiri, karena sangat
membantu upaya manusia dalam pendakian kesadaran spiritual.
Kegiatan belajar dan proses pembelajaran
adalah contoh Jnana Yadnya yang disebut sebagai bentuk Yadnya yang
lebih agung, dalam Bhagawadgita IV pasal 33:
SREYAN DRAVYAMAYAD YAJNAJ, JNANAYAJNAH PARAMTAPA, SARVAM KARMA KHILAM PARTHA, JNANE PARISAMAPYATE
Artinya: Persembahan korban berupa ilmu
pengetahuan adalah lebih agung sifatnya dari korban benda yang berupa
apa juapun, sebab segala pekerjaan dengan tiada kecuali memuncak dalam
kebijaksanaan yang diperoleh melalui pengetahuan.
TAPA YADNYA
Tapa Yadnya adalah pengorbanan atau
yadnya yang tertinggi nilainya karena berwujud sebagai pengendalian diri
masing-masing individu. Tapa Yadnya juga disebut sebagai kegiatan
pendakian spiritual seseorang dalam upaya meningkatkan kualitas
beragama.
Tahapan-tahapan peningkatan kualitas beragama, menurut Lontar Sewaka Dharma adalah:
- Ksipta, seperti perilaku ke-kanak-kanakan yang cepat menerima sesuatu yang dianggapnya baik tanpa pertimbangan yang matang.
- Mudha, seperti perilaku pemuda: pemberani, selalu merasa benar, kurang mempertimbangkan pendapat orang lain.
- Wiksipta, seperti perilaku orang dewasa, mengerti hakekat kehidupan, memahami subha dan asubha karma.
- Ekakrta, seperti perilaku orang tua, yaitu keyakinan yang kuat pada Hyang Widhi, mempunyai tujuan yang suci dan mulia.
- Nirudha adalah perilaku orang-orang suci, penuh pengertian, bijaksana, segala pemikiran perkataan dan perbuataannya terkendali oleh ajaran-ajaran Agama yang kuat, serta mengabdi pada kepentingan umat manusia.
Tujuan menekuni Agama atau kerajinan melaksanakan ajaran Agama adalah mewujudkan Tapa Yadnya ini dalam kehidupan sehari-hari.
Antara Jnana Yadnya dan Tapa Yadnya ada
korelasi yang mutualistik, karena seperti yang diuraikan di atas, tidak
mungkin melakukan Tapa Yadnya yang baik tanpa melaksanakan Jnana Yadnya
terlebih dahulu.
Bahkan jika dipikirkan lebih jauh, dasar
dari seluruh Yadnya adalah Jnana Yadnya, karena dengan proses belajar
dan pembelajaran, manusia mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang
kewajibannya untuk ber-Yadnya.
Sejak zaman Veda, proses belajar dan
pembelajaran yang diadakan di setiap sampradaya telah memakai metoda
yang demikian terkait sehingga untuk dapat mengajarkan Veda, seorang
Guru terlebih dahulu haruslah meningkatkan kualitas dirinya melalui
proses belajar yang intensif.
Dalam garis ini tingkat pengetahuan
spiritual tertinggi secara hati-hati diturunkan dari seorang Guru kepada
muridnya. Guru mempunyai kemampuan yang sedemikian rupa untuk
mempengaruhi muridnya tidak hanya dalam perkataan saja, tetapi lebih
jauh adalah dalam memberi contoh pola pikir dan berbuat sehari-hari.
Agama Hindu adalah “Sanatana Dharma”,
yaitu suatu kebenaran yang abadi. Artinya Veda adalah panduan hidup
manusia sepanjang zaman karena Hyang Widhi telah mewahyukannya untuk
diikuti oleh seluruh umat manusia.
Veda adalah sumber segala ilmu
pengetahuan dan teknologi. Dengan seluruh topik yang diliput oleh
pustaka suci Veda, ia menyediakan cara atau alat bagi suatu kehidupan
yang penuh dan seimbang, secara material dan spiritual.
Untuk menjadi yang utama, manusia
hendaknya menempuh jalan hidup yang ilmiah. Jalan hidup ilmiah hanya
dapat diperoleh melalui proses belajar dan pembelajaran. Siapapun dan
dalam kondisi apapun dapat menjadi seorang Hindu dan mempraktekkan serta
mendapatkan manfaat dari pengajaran Veda. Ini akan memberi keuntungan
dalam berbagai cara.
Salah satu aspek Sanatana Dharma adalah
hakekat abadi dari jiwa yang meliputi semua mahluk sehingga dalam
kemanusiaan terjadilah proses belajar dan pembelajaran yang sifatnya
universal, tidak memilih waktu, tempat, budaya, agama-agama, ras, usia,
suku bangsa, gender, dll.
Veda mengajarkan kesadaran universal
yang berpangkal dari kesadaran individu bahwa individu adalah bagian
dari alam semesta sehingga mikrokosmos adalah mewakili makrokosmos.
Pelajaran yang sempurna mengenai astronomi Veda mengungkapkan bahwa
bentuk universal juga terdapat dalam diri individu.
Oleh karena semesta adalah ciptaan Hyang
Widhi, maka proses belajar dan pembelajaran juga merupakan kewajiban
setiap individu, dengan tujuan agar tercapainya kesadaran universal itu.
Di sini terbukti bahwa ajaran Veda mengembangkan pola pikir tentang
kepedulian yang sungguh-sungguh terhadap semesta khususnya ke seluruh
umat manusia.
Dalam Vanashrama Veda tegas-tegas
disebutkan bahwa jenjang kualitas manusia dinilai dari kemampuan
intelektual dan spiritualnya, dan bukan dari hal-hal yang bersifat
material lainnya.
Setelah melalui proses belajar dan
pembelajaran dalam filosofi Veda, manusia akan dapat membuat perubahan
kualitas kehidupan yang nyata dapat dirasakan, dan juga meluasnya
lingkaran pengaruh individu kepada lingkungannya. Dikaitkan dengan
prinsip-prinsip Sanatana Dharma, maka kualitas kehidupan manusia dari
zaman ke zaman akan semakin membaik seiring dengan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.